Definisi reformasi administrasiReformasi administrasi menurut Lee dan Samonte (Nasucha, 2004) merupakan perubahan atau inovasi secara sengaja dibuat dan diterapkan untuk menjadikan sistem administrasi tersebut sebagai suatu agen perubahan sosial yang lebih efektif dan sebagai suatu instrumen yang dapat lebih menjamin adanya persamaan politik, keadaan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Khan (Guzman et.al., 1992), reformasi administrasi adalah usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan besar dalam sistem birokrasi negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan praktik, perilaku, dan struktur yang telah ada sebelumnya.
Caiden (1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai the artificial inducement of administrative transformation against resistance, dimana dapat diartikan bahwa reformasi administrasi merupakan keinginan atau dorongan yang dibuat agar terjadi perubahan atau transformasi di bidang administrasi. Sedangkan Quah (Nasucha, 2004) menyatakan bahwa reformasi administrasi publik merupakan suatu proses untuk mengubah struktur ataupun prosedur birokrasi publik yang terlibat dengan maksud untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan mencapai tujuan pembangunan nasional.
Mariani (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai
La reforme administrative doit tendre a doter le Pays d’une administration qui, tout en garantissant a son personnel le benefice des lois sociales, agira avec le maximum d’efficacite et de celerite, aux moindres frais pour le contribuable, en imposant au public le minimum de gene et de formalites
Reformasi administrasi harus bertujuan untuk membawa administrasi dalam suatu negara selain memberikan jaminan hukum bagi para pegawai dalam pelaksanaan tugasnya, juga memberikan tingkat kepastian hukum dan kecepatan pelayanan yang maksimal, menimbulkan biaya yang minimal kepada para wajib pajak, dan pada saat yang bersamaan meminimalkan ketidaknyamanan dan formalitas terhadap publik. Plowden (Guzman, 1992) menyatakan bahwa reformasi administrasi adalah meningkatkan dan membuat administrasi menjadi lebih profesional. Sedangkan UN DTCD (Guzman, 1992) menyatakan reformasi administrasi merupakan penggunaan kekuasaan dan pengaruh dalam menetapkan ukuran yang baru bagi sistem administrasi sehingga mereka akan merubah tujuan, struktur dan prosedur sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan. Finan (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai segala macam bentuk pengembangan administrasi (all improvements in administrations). Sedangkan Siegel (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai perubahan atau perombakan secara besar-besaran terhadap administrasi dalam kondisi yang sulit.
Caiden (Zauhar, 2002) dengan jelas membedakan antara reformasi administrasi (administrative reform) dan perubahan administasi (administrative change). Perubahan administrasi diberi makna sebagai respon keorganisasian yang sifatnya otomatis terhadap fluktuasi atau perubahan kondisi. Lebih lanjut dikatakan bahwa munculnya kebutuhan akan reformasi administrasi sebagai akibat adanya perubahan administrasi. Tidak berfungsinya perubahan administrasi yang alamiah ini menyebabkan diperlukannya reformasi administrasi. Caiden (1991) juga menyatakan bahwa reformasi administrasi sebagai upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kinerja (performance) dan kegiatan untuk melakukan perbaikan atas kesalahan yang dilakukan (correction of wrongdoing).
Sebuah seminar tentang administrative reform and innovations yang diselenggarakan oleh pemerintah Malaysia bekerja sama dengan Eastern Regional Organizational for Public Administration (EROPA) telah menyepakati bahwa reformasi administrasi tidak hanya diartikan sebagai perbaikan struktur organisasi, akan tetapi meliputi pula perbaikan perilaku orang yang terlibat di dalamnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah:
1. Struktur dan prosedur birokrasi
2. Sikap dan perilaku birokrat, guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Dari berbagai definisi reformasi administasi tersebut, dapat ditarik beberapa poin penting antara lain: reformasi administrasi disinonimkan dengan perubahan (change), memiliki hubungan yang sangat erat dengan inovasi (innovation), agar reformasi administrasi ini dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan perubahan secara sistemik dan bersifat luas, faktor utama dilakukannya reformasi administrasi adalah cepatnya perubahan lingkungan sistem administrasi, dan tujuan dari reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Berdasarkan beberapa pengertian reformasi administrasi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa reformasi administrasi merupakan suatu upaya perbaikan yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus di segala aspek administrasi yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja administrasi.
Tujuan reformasi administrasi
Mosher (Leemans) berpendapat bahwa tujuan dari reformasi administrasi adalah merubah kebijakan dan program, meningkatkan efektivitas administrasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan melakukan antisipasi terhadap kritikan dan ancaman dari luar. Menurut Caiden (1969), tugas dari para pelaku reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja administrasi bagi individual, kelompok, dan institusi dan memberikan masukan tentang cara-cara yang dapat ditempuh untuk dapat mencapai tujuan dengan lebih efektif, ekonomis dan lebih cepat. Dror (Zauhar, 2002) berpendapat bahwa reformasi pada hakekatnya merupakan usaha yang berorientasi pada tujuan yang bersifat multidimensional.
Terdapat 6 (enam) tujuan reformasi yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, tiga tujuan reformasi bersifat intra-administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal dan tiga tujuan reformasi lainnya berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.
Tujuan internal reformasi administrasi yang dimaksud meliputi:
1. Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghilangan duplikasi dan kegiatan organisasi metode yang lain.
2. Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, pilih kasih dan sistem teman dalam sistem politik dan lain-lain.
3. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah dan lain-lain.
Sedangkan tiga tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah:
1. Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.
2. Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik, seperti misalnya meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan.
3. Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan.
Pollitt (2003) berpendapat bahwa terdapat tiga tujuan untuk melakukan reformasi antara lain:
1. Penghematan (to save money)
Terjadinya krisis ekonomi yang melanda dunia yang memaksa pemerintah untuk melakukan gerakan pemangkasan anggaran (scissors movement). Pemangkasan anggaran ini dilakukan karena meningkatnya dana yang dikeluarkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (welfare cost) sedangkan kesempatan untuk menarik pajak baru dari masyarakat menipis. Pemangkasan pengeluaran publik merupakan agenda utama dari pemerintah.
2. Keinginan untuk memperbaiki kinerja sektor publik. Beberapa pejabat politik dan pejabat pemerintah percaya bahwa dengan meningkatkan kinerja sektor publik, dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan legitimasi pemerintah. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan kualitas layanan dan produktivitas.
3. Menemukan mekanisme baru bagi akuntabilitas publik, hal ini disebabkan adanya berbagai pola berbeda yang digunakan pejabat pemerintah dan aktor politik dalam melakukan pertanggungjawaban terhadap publik.
Sedangkan Hahn Been Lee (Zauhar, 2002) berpendapat bahwa terdapat tiga tujuan dilakukannya reformasi administasi antara lain:
1. Penyempurnaan Tatanan (improved order)
Keteraturan atau order merupakan kebajikan yang melekat dalam pemerintahan. Apabila yang ingin dituju adalah penyempurnaan tatanan, mau tidak mau reformasi harus diorientasikan pada penataan prosedur dan kontrol. Yang sangat diperlukan oleh administrator dalam era baru ini adalah menghadang agen pembaru. Sebagai konsekuensi logisnya maka birokrasi yang kokoh dan tegar perlu segera dibangun. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan tatanan disebut dengan reformasi prosedural (procedural reform).
2. Penyempurnaan Metode (improved method)
Penyempurnaan yang dilakukan adalah dalam bidang teknis dan metode kerja. Teknik dan metode yang baru ini dapat dikatakan bermanfaat bila bisa mencapai tujuan-tujuan yang lebih luas. Apabila tujuan dari reformasi administrasi diartikulasikan dengan baik dan secara efektif diterjemahkan ke dalam berbagai program aksi yang nyata, penyempurnaan metode akan memperbaiki implementasi program, yang pada akhirnya akan meningkatkan realisasi pencapaian tujuan. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan metode disebut dengan reformasi teknis (technical reform).
3. Penyempurnaan Kinerja (improved permormance)
Penyempurnaan kinerja lebih bernuansa tujuan dalam substansi program kerjanya dari pada penyempurnaan keteraturan maupun penyempurnaan metode teknis administratif. Fokus utamanya adalah pada pergeseran dari bentuk ke substansi, pergeseran dari efisiensi dan ekonomis ke efektifitas kerja, pergeseran dari kecakapan birokrasi ke kesejahteraan masyarakat. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan kinerja disebut dengan reformasi program (programmatic reform).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum tujuan reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja (performance) organisasi.